Bisnis.com, MAKASSAR - Serupa dengan kondisi secara nasional, Sulawesi Selatan (Sulsel) juga mengalami deflasi bulanan lima kali beruntun, sejak Mei-September 2024.
Berdasarkan data terakhir yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), wilayah Sulses melanjutkan tren deflasi bulanan hingga 0,09% (Month to Month/MTM) pada September 2024.
Meskipun begitu, sejumlah pakar sepakat menepis anggapan yang menyebut deflasi beruntun ini disebabkan karena melemahnya daya beli masyarakat.
Dari hasil analisis pakar, ada beberapa faktor utama yang menjadi pendorong, mulai dari melimpahnya barang dan komoditas hingga fluktuasi harga yang terjadi belakangan ini.
Ekonom Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar Murtiadi Awaluddin mengungkapkan deflasi yang terjadi di Sulsel beberapa bulan terakhir didorong oleh penurunan harga sejumlah komoditas hortikultura, seperti cabai, tomat, sayur-sayuran, hingga kentang.
Hal ini bertepatan dengan momen panen yang terjadi di beberapa daerah, khususnya untuk tanaman tomat, kentang dan cabai.
Baca Juga
Artinya saat ini stok atau ketersediaan beberapa komoditas ini memang sedang banyak sehingga membuat harga menurun karena permintaannya tidak bertambah.
Selain itu beberapa bulan terakhir barang impor yang masuk ke Sulsel juga cukup melonjak. Kondisi ini tentu membuat barang-barang di pasaran termasuk pangan semakin melimpah.
"Penurunan harga terjadi karena banyaknya barang yang beredar di masyarakat, biasanya karena adanya impor atau hasil panen raya yang menyebabkan jumlah barang meningkat," kata Murtiadi Alauddin saat dihubungi wartawan, Rabu (9/10/2024).
Terpisah, Ekonom Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Hamid Paddu mengatakan jika salah satu faktor penentu deflasi bisa saja dari kurangnya daya beli masyarakat.
Namun, dalam kasus kali ini Hamid menilai faktor utama deflasi lebih diakibatkan karena fluktuasi harga yang terjadi di masyarakat.
Dia menjelaskan, penurunan harga sejumlah komoditas belakangan ini lebih banyak dipengaruhi oleh stabilisasi harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang sempat naik tajam akibat kenaikan harga minyak mentah.
Namun dalam beberapa bulan terakhir, harga bensin mengalami penurunan dan memengaruhi harga beberapa komoditas lain yang juga turut turun.
Selain BBM, fluktuasi harga juga terjadi pada komoditas rokok yang mengalami penurunan setelah harganya sempat melambung akibat harga cukai naik.
"Deflasi kali ini lebih disebabkan oleh penurunan harga setelah lonjakan, bukan karena daya beli yang menurun seperti pada krisis 1998," katanya.
Dia pun menyarankan agar pemerintah harus segera mengambil langkah strategis untuk menjaga stabilitas harga dan mendorong pemulihan ekonomi.
Intervensi yang dilakukan pemerintah bisa menjaga penurunan harga sehingga tidak berdampak negatif pada sektor ekonomi lainnya.
"Dengan fluktuasi harga yang terus terjadi, upaya pemerintah dalam menjaga keseimbangan antara permintaan dan penawaran akan menjadi faktor kunci dalam menjaga stabilitas ekonomi Sulsel di masa mendatang," tuturnya.
Diketahui, Sulsel mengalami deflasi secara beruntun selama lima bulan terakhir. Pada Mei 2024 wilayah ini deflasi 0,10%, kemudian Juni 2024 deflasi 0,26%, Juli 2024 deflasi 0,18%, Agustus 2024 deflasi 0,04%, dan September 2024 deflasi 0,09%.
Pada September 2024 deflasi bulanan Sulsel didorong oleh penurunan harga sejumlah komoditas, yaitu cabai rawit, cabai merah, tomat, beras, bensin, daun bawang, angkutan udara, kol putih, bayam, dan kentang.