Bisnis.com, MANADO—PT Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Utara dan Gorontalo (SulutGo) mematangkan rencana penerbitan obligasi pada tahun depan guna menambah permodalan dan mengembangan kapasitas perseroan sebelum melantai di pasar modal.
Direktur Utama Bank SulutGo Jeffry AM Dendeng menyatakan, saat ini pihaknya tengah mengadakan lelang penunjang emisi obligasi VI Tahun 2019 yang berlangsung hingga akhir tahun. Meski demikian, dia menuturkan belum menentukan besaran obligasi maupun jadwal penerbitan obligasi tersebut pada tahun depan.
“Rencananya tahun depan [penerbitan obligasi], sedangkan waktu dan besarannya masih dikaji,” ujarnya Selasa (27/11/2018).
Dia menjelaskan, aksi korporasi tersebut dipilih sebagai opsi setelah pihaknya memutuskan untuk menunda rencana penawaran saham perdana/ Initial Public Offering (IPO) yang semula akan dilakukan pada tahun ini. Dengan demikian, dia menjelaskan perseroan masih akan fokus mengembangkan kapasitas permodalan dalam setidaknya dua tahun mendatang.
Dia menambahkan, BSG terakhir kali menerbitkan obligasi dengan nilai emisi mencapai Rp750 miliar pada9 Oktober 2014, dengan tingkat bunga tetap 11,9% per tahun dan jatuh tempo pada 9 Oktober 2019 mendatang.
Mengenai rencana IPO, Jeffry menjelaskan pihaknya telah berkonsultasi dengan Bursa Efek Indonesia (BEI). Hasilnya, BEI menyarankan BSG untuk fokus mengembangkan kapasitasnya. Hal ini bertujuan agar hasil IPO dapat dimanfaatkan perseroan untuk naik klasifikasi ke Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) III dengan modal minimal Rp5 triliun.
Saat ini, ujarnya, BSG baru memiliki modal sekitar Rp1,3 triliun, sehingga masih memerlukan setidaknya Rp3,7 triliun untuk naik ke BUKU III. Menurutnya, jumlah tersebut terlampau besar untuk ditargetkan dalam IPO.
Lebih lanjut, dia memperkirakan rencana IPO dapat direalisasikan bila BSG telah memiliki modal sekitar Rp2,5 triliun hingga Rp3 triliun. Untuk mencapai target tersebut, pihaknya mengestimasikan membutuhkan waktu selama dua hingga tiga tahun.
“Katakanlah sudah Rp2,5 triliun atau Rp3 triliun, baru IPO sehingga bisa langsung masuk ke BUKU III,” jelasnya.
Di lain sisi, pihaknya juga tengah berupaya menuurnkan rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) menjadi di bawah 1,5% pada akhir tahun nanti, dari posisi per akhir September 2018 sebesar 1,77%.
Dia menjelaskan, upaya penurunan NPL bisa dilakukan dengan penyelesaian kredit macet. Selain itu, juga bisa dengan ekspansi berupa penyaluran kredit. Adapun hingga akhir September 2018, realisasi penyaluran kredit BSG mencapai Rp11,15 triliun, naik tipis 9% dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp10,22 triliun.
Sementara laba bersih perseroan hingga September tercatat senilai Rp232,59 miliar, menurun tipis 5% dari capaian laba bersih perseroan pada September tahun lalu yang mencapai Rp244,95 miliar. Dengan demikian, BSG masih harus mengejar laba bersih setidaknya sebesar Rp217,41 miliar selama kuartal terakhir ini guna mencapai target laba bersih 2018 yang ditetapkan senilai Rp450 miliar.