Bisnis.com, MANADO – Nilai tukar petani Sulawesi Utara masih konsisten di bawah 100. Tidak tanggung-tanggung, performanya tercatat paling rendah dibandingkan daerah lain di Sulawesi.
Berdasarkan penelusuran Bisnis dari data Badan Pusat Statistik (BPS) periode Januari 2014 hingga Mei 2018, nilai tukar petani (NTP) Sulawesi Utara (Sulut) tertinggi hanya mentok di level 99,99. Capaian ini terjadi pada April 2014.
Data terakhir, yakni untuk performa Mei 2018, NTP hanya berada di level 94,87. Angka NTP itu lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar 94,41. Capaian itu membawa Sulut berada di posisi buncit dibandingkan 5 wilayah lain di Sulawesi.
Dari 6 provinsi di Sulawesi, Sulawesi Barat lah yang mencatatkan NTP tertinggi pada Mei 2018 yakni sebesar 113,32. Selanjutnya disusul oleh Gorontalo (103,33), Sulawesi Selatan (103,31), Sulawesi Tengah (99,19), dan Sulawesi Tenggara (96,76).
Kabid Distibusi BPS Sulut Marthedy M. Tenggehi mengatakan konsisten rendahnya NTP Sulut lebih dikarenakan pola konsumsi masyarakat – termasuk petani – yang cukup tinggi. Hal ini pada gilirannya menggerus NTP.
“Memang pola konsumsi di Sulut ini cukup tinggi, konsumtif sekali sehingga NTP tidak bisa di atas 100,” ujarnya kepada Bisnis, seperti dikutip pada Jumat (22/6/2018).
Seperti diketahui, NTP diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib). NTP di bawah 100 menunjukkan indeks harga yang diterima lebih rendah dari indeks harga yang dibayar.
Pada Mei 2018, It mencapai 124,23. Namun, Ib tercatat sebesar 130,94. Dari Ib tersebut, komponen terbesar berada konsumsi rumah tangga yakni 136,54. Sementara, komponen biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM) hanya sebesar 116,12.
Marthedy berujar jika menghilangkan komponen konsumsi rumah tangga, nilai tukar usaha tani (NTUP) sudah jauh di atas 100. Dalam kurun Januari 2014 hingga Mei 2018, NTUP tertinggi berada pada periode Januari 2016 yakni sebesar 108,38.
Pada rentang waktu tersebut, NTUP memang konsisten di atas 102. Terakhir, pada Mei 2018, NTUP tercatat sebesar 106,98. Namun, bila dibandingkan dengan 5 daerah lain di Sulawesi, NTUP Sulut pada bulan kelima tahun ini masih mencatatkan posisi terendah.
NTUP diperoleh dengan mengeluarkan indeks konsumsi rumah tangga seperti bahan makanan, makanan jadi, perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan, rekreasi, olah raga, dan transportasi. NTUP sejatinya lebih menggambarkan keperluan dan kemampuan murni untuk berproduksi.
Kepala BPS Sulut Moh. Edy Mahmud mengatakan performa NTUP itu sejatinya menunjukkan lebih rendahnya kenaikan biaya produksi dibandingkan konsumsi rumah tangga. Selain itu, ada perbedaan harga barang konsumsi yang dibayar petani dengan masyarakat lain.
“Produk pertanian pada di tingkat produsen itu berbeda level dengan barang yang sama untuk tingkat konsumen di perdesaan. Jadi, barang yang sama ketika petani beli itu lebih mahal itu ketika petani jual sebelumnya,” jelasnya.