Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BRI Sebut Suku Bunga Kebijakan Masih Menjadi Tantangan Perbankan

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. menyatakan langkah Bank Indonesia menahan suku bunga kebijakan pada level 6% sesuai dengan perkiraan. Namun, hal itu disebutkan masih memberikan dilema bagi industri perbankan.
Nasabah melakukan transaksi perbankan melalui anjungan tunai manditi PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) di Jakarta./JIBI-Dedi Gunawan
Nasabah melakukan transaksi perbankan melalui anjungan tunai manditi PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) di Jakarta./JIBI-Dedi Gunawan

Bisnis.com, MANADO—PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. menyatakan langkah Bank Indonesia menahan suku bunga kebijakan pada level 6 persen sesuai dengan perkiraan. Namun, hal itu disebutkan masih memberikan dilema bagi industri perbankan.

Direktur Jaringan dan Layanan BRI Osbal Saragi Rumahorbo mengatakan bahwa kebijakan moneter Bank Sentral itu sejalan dengan langkah Bank Sentral Amerika Serikat yang menahan laju suku bunga moneternya.

“Karena mungkin juga kita melihat Amerika Serikat, The Fed tidak menaikkan suku bunga, kita selalu mengacu ke sana,” katanya di Manado, Kamis (16/5/2019).

Kendati demikian, dia mengatakan langkah BI yang menahan tingkat suku bunga kebijakan menjadi dilema bagi industri perbankan. Hal itu, lanjutnya, berimbas pada persaingan likuiditas bagi perbankan di Indonesia.

Dia mengatakan, tren perebutan dana yang berlangsung sejak tahun lalu masih terjadi di industri perbankan. Bank-bank, khususnya Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) II dan III, berperang menawarkan suku bunga khusus untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya.

Hal itu, lanjutnya membuat beban bunga perbankan masih tinggi dan berimbas pada margin bunga bersih atau net interest margin (NIM). Dia mengatakan bahwa kondisi tersebut, dikhawatirkan akan membuat laba bank ikut tergerus.

“Akibtnya, bank akan ambil dana dengan berikan special rate terus, di atas counter rate. Suku bunga dana ini akan naik terus, berarti NIM akan menurun, kemampuan bank menghasilkan laba akan menurun. Hal ini yang harus diantisipasi perbankan,” jelasnya.

Kendati demikian, dia mengatakan perseroan sudah menyiapkan strategi untuk mengantisipasi hal itu dengan meningkatkan efisiensi dan menata ulang struktur pendanannya. Hal itu, lanjutnya, akan diiringi peningkatan layanan digital.

Di luar tantangan perebutan dana, dia menyebutkan bahwa gejolak pasar modal dan nilai tukar rupiah akibat perang dagang antara China dan Amerika Serikat turut menjadi tantangan bagi perbankan dan ekonomi Indonesia.

Trade war antara China dan Amerika Serikat, juga neraca dagang kita yang negatif menjadi tantangan. Bank sagat relevan dengan hal ini dan perlu mengantisipasi kejadian ini agar tidak berimbas kepada laba dan pendapatan,” ujarnya.

Namun, menurutnya masih ada peluang perbaikan perekonomian ke depan, khususnya dari sisi industri perbankan. Menurutnya, berlalunya proses pemilihan umum (pemilu) bulan lalu mulai memberikan dampak positif kepada dunia usaha.

“Masyarakat sudah merespons positif, dari permintaan kredit mulai naik kemudian dari stanby loan juga mulai ditarik, berati ada aktivitas. Jadi, itu cirinya yang perlu kami antisipasi sekarang adalah dua hal, perang dagang dan neraca perdagangan,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper