Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PELEMAHAN RUPIAH: Respons BI Dinilai Terlalu Lambat

Pengamat menilai masih berlanjutnya pelemahan nilai tukar rupiah disebabkan oleh keterlambatan Bank Indonesia (BI) dalam merespons situasi.
Uang rupiah./Bloomberg-Brent Lewin
Uang rupiah./Bloomberg-Brent Lewin

Bisnis.com, JAKARTA -- Pengamat menilai masih berlanjutnya pelemahan nilai tukar rupiah disebabkan oleh keterlambatan Bank Indonesia (BI) dalam merespons situasi.

Seperti diketahui, nilai tukar rupiah masih terus mengalami pelemahan, meski suku bunga BI telah menaikkan suku bunganya menjadi 4,5%. Berdasarkan catatan Bisnis, nilai tukar rupiah di pasar spot melemah 72 poin atau 0,51% ke level Rp14.130 per dolar AS, Jumat (18/5/2018).

"BI terlalu terlambat, sebelumnya investor sudah melakukan price in atau antisipasi kebijakan bunga acuan ke harga saham," kata ekonom Indef Bhima Yudistira Adhinegara kepada Bisnis, Jumat (18/5).

Padahal, terangnya, Dollar Index terus mengalami kenaikan menjadi 93,4 dalam sebulan terakhir.

Sebagai informasi, Dollar Index merupakan perbandingan kurs dolar AS dengan 6 mata uang paling dominan di dunia. Artinya, jika Dollar Index naik maka secara rata-rata mata uang dolar AS dapat dipastikan akan semakin perkasa.

Di sisi lain, Bhima menilai arah kenaikan bunga acuan Fed rate berikutnya hampir sudah jelas, yakni menaikkan suku bunganya kembali pada Juni 2018 di rapat The Federal Open Market Committee (FOMC). Hal ini dapat diartikan bahwa investor akan lebih tertarik untuk menanamkan modalnya kembali ke AS, dikarenakan spread suku bunga yang semakin mengecil.

Oleh karena itu, dia berharap pemerintah dan BI dapat bekerja sama lebih baik dalam mengendalikan nilai tukar rupiah. Menurut Bhima, yang pertama kali dirugikan oleh pelemahan nilai tukar adalah importir, yang mana sebagian besar merupakan importir bahan baku dan barang modal untuk keperluan ekspor serta investasi.

"Nah, kalau ekspor dan investasi tertekan, ekonomi yang terkena imbasnya," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : M. Richard
Editor : Annisa Margrit
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper